Kebergantungan Dalam Pembelajaran…

20 06 2009

Temen-temen, pernah nggak temen nyontek? Misalnya, kalau belum ngerjain PR, tugas harian, atau bahkan ketika ulangan, mungkin? Banyak banget faktor yang menyebabkan kita untuk terdorong hingga akhirnya nyontek. Misalnya karena kita nggak tahu jawaban soalnya, atau males ngerjainnya, atau alasan-alasan lain. Nah, karena alasan yang sedemikian banyaknya itulah, yang akhirnya kita terdorong untuk mengerjakan salah satu perbuatan kejahatan ini. Karena itu, akhirnya kita jadi mengalami ketergantungan kepada orang lain. Kalau misalnya, orang yang sering kita contekin nggak ad, pasti kita uring-uringan, karena belum ngerjain apapun. Atau misalnya kalau kita ujiannya lisan (kan, nggak bisa nanyain ke belakang) pasti kita langsung protes ke gurunya, atau pasrah di depan guru nanti, mau jawab asal-asalan.
Tidak bisa dipungkiri, banyak siswa di sekolah terbagus sekalipun di Indonesia ini, ada aja yang nyontek, meskipun hanya segelintir orang saja. Kebanyakan dari mereka adalah orang yang kerjaannya tiap hari main aja, dari pagi hingga pagi lagi. Ke sekolah pun, mereka hanya datang, terus mintain jawaban PR, terus pulang siangnya, tanpa sedikitpun mereka pahami pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah. Lalu, anak – anak yang terkategori pintar, biasanya mempnuyai ciri-ciri berkacamata tebal, rambut rapih (tapi ada juga yang digaya-gayain), bawa buku literatur tebal di tasnya. Terus, gayanya culun, kalau dimintain jawaban pasti mau dengan diiming-imingi kata – kata pujian seperti “Da bageur” atau “Pahlawan kita”, atau kata – kata jilatan lainnya. Nah, inilah hal-hal yang sering terjadi ataupun bahkan kita alami sendiri di Indonesia dengan sistem pendidikan yang seperti ini. Dan, mereka orang-orang yang sering nyontek itu, nantinya setelah mereka lulus, mereka akan menjadi pengangguran yang bahkan untuk nganggur pun nggak jelas, atau menjadi supir angkot, ojek, ataupun becak, atau masuk kuliah bagi orang – orang yang kaya, dengan biaya masuk melalui jalur “khusus” sebagai pelicin jalan mereka. Ya, inilah potret kebanyakan kehidupan remaja SMA di Indonesia ini. Tidak berlebihan jika dikatakan, bahwa mental anak remaja sekarang sudah bobrok.
Kebergantungan dalam pelajaran ini juga memicu timbulnya masalah – masalah lain, yang terkait dengan faktor psikologi (perkembangan jiwa) si anak. Di mana, mereka tidak bisa membohongi hati kecilnya sendiri, bahwa mereka “tidak puas”. Bandingkan antara seorang anak yang mendapatkan nilai 100 dalam pelajaran Matematika, tapi hasil nyontek; dengan seorang anak yang mendapatkan nilai 65 dalam pelajaran Bahasa Sunda, tapi dengan kerja kerasnya sendiri. Berapa besarpun nilainya, itu tak akan berarti karena hanya mengkopi jawaban dari temannya. Namun, berapa kecilnya nilai yang didapatkan, itu akan berarti luar biasa bagi seseorang yang bekerja keras. Di sini, pentingnya lapang dada, dan sebagainya. Atau misalnya kerja kelompok, di mana banyak sekali kasus di mana anak – anak yang sering tergantung dengan orang lain, senantiasa mengincar untuk berkelompok dengan anak – anak pintar, dengan satu alasan: agar mereka tiadk kerja. Dengan mengandalkan anak – anak pintar tersebut, mereka tidak perlu bersusah payah lagi untuk mengerjakan tugas kelompok tersebut. Anak – anak pintar pun, selalu menutup – nutupi kebenaran, bahwa mereka sebenarnya tidak kerja sedikitpun, namun dicover dengan rasa ketakutan mereka. Ada juga orang – orang pintar namun bodoh, yang menggantikan kerja mereka dengan hal – hal teknis, seperti dipinjamkan penghapus, atau dicariin koran, atau sebagainya.
Generasi pemuda adalah generasi yang menjadi tonggak penerus di masa depan nanti. Bagaimana jika generasi pemudanya terus seperti ini? Nah, di sinilah, kita harus mengubah pragmatisme pendidikan yang seperti ini. Di mana, semua anak harus berusaha dengan kekuatan mereka, dan tumbuh menjadi orang yang dapat berdiri sendiri, dan bahkan mengajak orang lain untuk berdiri. Di mana mereka tidak hanya menonjol dalam bidang pelajaran sekolah saja, namun telah tumbuh pola pikir mereka, untuk senantisa maju dan memajukan orang lain. Dan juga, anak – anak remaja ini tidak memiliki hati yang kecil, yang berani menghadapi tantangan yang mereka akan alami. Bagaimana untuk menumbuhkan mental, jiwa, serta pola pikir seperti itu? Inilah tugas negara. Negara harus menerapkan konsep yang ideal yang dapat membangkitkan jiwa – jiwa remaja, agar mereka tumbuh menjadi pemuda yang hebat. Islam – lah, yang memiliki konsep ideal tersebut. Terbukti, selama 7 abad masa keemasan Daulah Khilafah, ilmuwan – ilmuwan dunia berasal dari Daulah Khilafah. Ilmuwan perintis berbagai disiplin ilmu, seperti Sosiologi, Kimia, dan Fisika tumbuh dengan konsep pendidikan yang diterapkan Islam. Mereka tidak hanya diajarkan dan dilakukan transfer ilmu belaka, namun mereka diajak secara personal ke dalam diri mereka. Mereka tidak menunggu penemuan – penemuan yang dilakukan oleh dunia, namun justru merekalah yang menjadi penemu – penemu itu. Mereka tumbuh menjadi ilmuwan – ilmuwan yang senantiasa mencari pembaharuan dalam kehidupan teknologi dan sosial. Berbagai buku literatur karya mereka, menjadi buku wajib universitas – universitas dunia, hingga beberapa abad lamanya. Itulah, segelintir saja kejayaan pendidikan dalam negara Islam, dan masih banyak lagi yang penulis tidak sempat tuliskan. Nah, sekarang pilihannya ada pada kita.


Aksi

Information

6 responses

20 06 2009
rizal

sungguh disayangkan bagi orang-orng yang suka menyontek.padahal menyontek itu adalah perbuatan dosa.Apaka h mereka tidak perca dengan kemampuan sediri…???padahal Allah SWT menciptakan manusia tidak bodoh hanya kitanya saja yang males da n membodohi dirinya sendiri…….

22 06 2009
Yogi

TApi menurut saya mah…..kalau..keadaan mepet…..menyontek itu dihalalkan…..he…he….

24 06 2009
zefs

wah…wah…wah…
lagi2 masalah nyontek……….(klasik)…. tapi bisa merusak mental bangsa.
nyontek berkaitan dgn mental, mental yg justru ditanam dan ditumbuh kembangkan oleh sistem pendidikan itu sendiri. makanya walaupun kita berjuang setengah modar tuk menghapusya itu gak khan pernah berhasil, yakinlah 100%. masalah mental hanya bisa disembuhkan dgn pendekatan rohani (agama). di dunia pendidikan Indonesia berapa %-kah bobot pendidikan agama di dlmnya?. sebagai seorang pendidik saya kerap kali mengerutkan kening bahkan mengusap dada sembari beristigfar kemudian bertakbir Allahu Akbar 3x. krn klau kita membahasnya, kita akan mendapatkan cibiran, cemoohan atau bahkan cacian yg intinya memojokkan kita “nauzubillahiminzaliq”. nyontek sdh menjadi barang yang berlogo “halal” dan disahkan oleh instansi yg bernaung di dunia pendidikan. kalau sudah begini, bagaimana nasib generasi penerus negeri ini???

24 06 2009
thebest195friends

Waduih…..pak….komen dari bapak sangat is the best sekali….

1 07 2009
Chacha

Oh, iya yach.. Akuh juga pernach nyontek waktu kelasch XI kemarench. kelas XII mah nggak akan nyontekch lagi insya Allah

4 07 2009
thebest195friends

baguslah kalau sadar

Tinggalkan komentar